Ilmiah Populer (1)

Apakah tempat Tinggal Kita Aman dari Bahaya Gempa?

Oleh: Mahmud Kori Effendi, ST, MT*

Struktur bumi sebenarnya dapat kita samakan dengan struktur telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Lapisan Bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan mesosfer
Litosfer adalah lapisan terluar bumi (tebal 100 km) dan terdiri dari kerak bumi dan bagian atas selubung. Litosfer adalah lapisan bersuhu dingin dan kaku yang dapat menahan beban permukaan yang luas misalkan gunung api. Di bawah litosfer pada kedalaman 700 km terdapat astenosfer. Astenosfer hampir berada dalam titik leburnya dan karena itu bersifat seperti fluida.
Astenosfer mengalir akibat tekanan yang terjadi sepanjang waktu. Lapisan berikutnya mesosfer. Mesosfer lebih kaku dibandingkan astenosfer namun lebih kental dibandingkan litosfer. Mesosfer terdiri dari sebagian besar selubung hingga inti bumi.
Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Ketebalannya hampir sama dengan tebal litosfer 70 km. Pertemuan antar lempeng disebut batas lempeng. Pergerakan lempeng bisa saling menjauh, saling bertumbukan, atau saling menggeser ke samping. Penyebab pergerakan ini menurut ilmuwan karena arus konveksi yaitu memindahkan panas melalui zat cair atau gas dari lapisan astenosfer.
Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempa bumi. Gempa bumi dapat disebabkan aktivitas gunung api dan runtuhan batuan yang menyebabkan gempa relatif kecil sedangkan akibat tumbukan antar lempeng dan patahan yang aktif mengakibatkan gempa sangat besar. Apabila pusat gempa terjadi di lautan atau samudra dapat menimbulkan gelombang tsunami.

Gambar 1. Peta tektonik kepulauan Indonesia, tampak zona subduksi dan sesar aktif

Satuan yang digunakan untuk mengukur kekuatan gempa adalah Skala Richter. Skala ini diperkenalkan oleh Charles F. Richter tahun 1934. Sebagai contoh, gempabumi dengan kekuatan 8 Skala Richter setara kekuatan bahan peledak TNT seberat 1 gigaton atau 1 milyar ton.
Secara geografis, kepulauan Indonesia berada di antara 6 LU dan 11 LS serta di antara 95 BT dan 141 BT dan terletak pada perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng India Australia. Ditinjau secara geologis, kepulauan Indonesia berada pada pertemuan 2 jalur gempa utama, yaitu jalur gempa Sirkum Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic.
Berdasarkan Gambar 1, berikut ini adalah 25 Daerah Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat -Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur.

Gambar 2. Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam 6 Zona Gempa 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Pembagian dilakukan dengan memperhatikan kondisi besarnya skala gempa yang mungkin terjadi. Zona 6 adalah zona dengan skala paling besar. Di samping pembagian zona, pada peta juga diberikan garis-garis kontur koefisien zona gempa. (Gambar 2).
Perencanaan struktur gedung tahan gempa
Secara singkat perencanaan beban gempa adalah sebagai berikut:
1). Percepatan gempa desain untuk suatu bangunan di lokasi tertentu di Indonesia dapat diperoleh dengan terlebih dahulu menentukan koordinat rencana lokasi bangunan di peta dengan tujuan untuk mendapatkan koefisien zona gempa (Wilayah 1,2,3,4,5,6).
3). Tentukan nilai percepatan gempa dasar ac (g) sesuai dengan periode ulang T (tahun) yang dipersyaratkan dalam kriteria desain bangunan yang dirancang.
4). Tentukan jenis tanah/batuan di lokasi rencana bangunan
5). Hitung percepatan gempa terkoreksi.
Sedangkan analisis beban gempa terhadap gedung dapat dilakukan menggunakan analisis perhitungan seperti dibawah ini:
1. Beban gempa nominal statik ekuivalen
2. Analisis ragam spektrum respons
3. Analisis respons dinamik riwayat waktu
4. Kinerja Struktur Gedung
Penutup

Untuk menanggulangi bahaya gempa bumi yang terjadi pada rumah tempat tinggal kita, alangkah lebih baiknya kalau didesain menggunakan desain struktur tahan gempa. Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam bangunan struktur tahan gempa:

1. Gunakan pondasi menerus dengan kedalaman yang sama mengikuti panjang denah bangunan dan harus ditempatkan pada tanah keras dan tidak mengembang.
2. Hindari penempatan pondasi pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah lunak.
3. Ikatlah secara kaku dengan balok pengikat apabila memakai pondasi setempat/umpak.
4. Pada kondisi tanah lunak dapat digunakan pondasi pelat beton atau jenis pondasi alternatif lainnya.
5. Denah bangunan gedung dan rumah sebaiknya sederhana, simetris terhadap kedua sumbu bangunan dan tidak terlalu panjang.
6. Bila dikehendaki denah bangunan gedung dan rumah yang tidak simetris, maka denah bangunan tersebut harus dipisahkan dengan alur pemisah sedemikian rupa sehingga denah bangunan merupakan rangkaian dari denah yang simetris.
7. Bila bangunan gedung dan rumah akan dibangun pada lahan perbukitan, maka lereng bukit harus dipilih yang stabil agar tidak longsor pada saat gempa bumi terjadi.
8. Disarankan menggunakan kuda-kuda baja ringan.
9. Penempatan dan pengaturan tulangan, terutama pada sambungan-sambungan harus mendapat perhatian atau pengawasan khusus. Ujung-ujung tulangan harus dijangkarkan dengan baik.

Nah, itulah kiat-kiat yang perlu diketahui dan perlu diterapkan, terutama dalam membuat bangunan baru agar aman dari bahaya gempa.

Referensi
1. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-ESDM
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air
3. Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa, Cipta Karya
4. Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung SNI – 1726 – 2002, Badan Penelitian dan Pengembangan Permukiman dan Prasarana Wilayah
*Penulis adalah staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik – Universitas Negeri Semarang, dan saat ini sedang mengambil program S3 Jurusan Teknik Sipil di King Saud University

Tinggalkan komentar